BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan makanan yang
hampir sempurna, karena kandungan nutrisinya lengkap dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok manusia. Sebagaimana produk peternakan, susu sangat mudah
mengalami kerusakan akibat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Oleh karena itu,
diperlukan suatu tindakan pengolahan susu untuk mempertahankan mutu produk
susu. Teknologi fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat merupakan
alternatif tindakan pengembangan produk susu seperti dadih. Produk olahan susu
ini cukup aman dan sehat untuk dikonsumsi.
Dadih merupakan salah satu produk
olahan susu yang dibuat dengan cara fermentasi secara alami pada suhu kamar
selama 48 jam (Sugitha, et al., 1999). Produk fermentasi ini merupakan
makanan tradisional yang cukup dikenal di wilayah Sumatra Barat, Riau dan
Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Beberapa keunggulan dadih diantaranya
memiliki nilai gizi lebih tinggi dari bahan asalnya. Kandungan nutrisi pada
dadih yang dibuat dari susu kerbau memiliki kadar air sekitar 69 – 73 %, protein
6,6 - 5,7%, lemak 7,9 -8,2%, kadar asam 0,96-1 % (Afriani, 2008). Dadih dapat
dikonsumsi oleh golongan lactose intolerence, dapat mengendalikan dan
meningkatkan kesehatan usus serta lebih mudah diserap oleh tubuh (Sugitha et
al.,1999).
Pengolahan dadih umumnya
menggunakan susu kerbau melalui fermentasi alami dengan memanfaatkan bakteri
asam laktat. Hasil isolasi bakteri asam laktat pada dadih asal Kerinci terdapat
8 spesies bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus plantarum, L.
fermentum, L. acidophilus, L. brevis, L.buchnerii, L. desidiosus, L.
fructivorans dan Leuconostoc mesenteroides (Afriani et al., 2009).
Lebih lanjut dilaporkan bahwa beberapa dari bakteri asam laktat tersebut
memiliki aktivitas anti bakteri yang cukup tinggi dan berpotensi sebagai kandidat
preservatif pangan. Sehubungan dengan itu, penggunaan dari beberapa jenis
bakteri ini cukup potensial dimanfaatkan dalam proses pembuatan produk dadih
dari susu sapi.
Penentuan kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan. Proses untuk menentukan jumlah mineral
sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral
pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Pada praktikum ini, bahan utama yang
digunakan dalam analisis kadar abu adalah susu bubuk. Mulai dari pemanasan susu
bubuk selama 4 jam, agar hasil diperoleh secara maksimal. Susu bubuk pertama kali dibuat pada 1802 oleh seorang
dokter Rusia, Osip Krichevsky.
Susu bubuk banyak sekali ditemukan di negara-negara berkembang karena biaya
transportasi dan penyimpanannya sangat murah (karena tidak membutuhkan
pendingin). Seperti makanan-makanan kering lainnya, susu kering dianggap tidak
mudah rusak dikarenakan sedikitnya kandungan air (bakteri sangat cepat
berkembangbiak pada makanan yang basah atau minuman) dan disukai oleh orang
untuk menolong mereka bertahan dalam bencana alam atau kecelakaan, oleh pendaki
gunung dan orang-orang yang membutuhkan bahan makanan yang tidak cepat rusak.
Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk
mempunyai daya tahan yang ebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan
dilemari es karna kandungan uap airnya sangat rendah. Susu merupakan bahan
pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan penting. Pnyusun utamanya adalah air,
protein, lemak, mineral dan vitamin. Kualitas atau mutu susu merupakan bagian
penting dalam produksi dan perdagangan susu. Derajat mutu susu hanya dapat
dipertahankan selama waktu tertentu, yang selanjutnya akan mengalami penurunan
dan barakhir dengan kerusakan susu.
Dalam praktek, mutu susu sering disebutkan berdasarkan kelompok sifatnya
sehingga dikenal mutu fisik susu,mutu kimiawi susu, ataupun mutu mikrobiologi
susu. Bahkan dalam menguji mutu susu sering hanya dilakukakan terhadap beberapa
atribut yang dianggap penting, misalnya bobot jenis, kadar lemak dan total
bakteri. Akan tetapi secara menyeluruh mutu susu harus menggambarkan
sifat-sifat susu yang mencakup sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Gabungan
hasil penilaian sifat-sifat susu akan mencerminkan nilai atau derajat mutu
susu. Menurut Standar Nasional Inndonesia (SNI) mutu susu segar yang baik harus
memenuhi beberapa persyaratan warna air susu menunjukan adanya zat/materi
tertentu didalamnya.
Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah (mengumpal) bila
dipanaskan/dididihkan pada waktu tertentu. Kadar vitamin larut lemak dalam
skimmilk rendah sekali, sehingga untuk meningkatkan kadar lemak di fortifikasi
lagi dengan vitamin2 tambahan. Disamping itu proses pengeringan susu bubuk
sendiri menurunkan kandungan vitamin yang tidak tahan suhu tinggi, hal ini juga
penyebab perlunya penambahan vitamin kedalam susu bubuk.
Susu
bubuk mengandung vitamin A, kalsium, dan zat besi yang sangat baik untuk
kesehatan mata dan pertumbuhan tulang, mengandung protein yang
sangat penting untuk pertumbuhan. Protein yang terkandung di dalam susu juga
dapat mengganti bagian-bagian yang rusak serta memproduksi hormon dan enzim di
dalamtubuh, mengandung lemak susu yang
merupakan sumber vitamin larut lemak, seperti vitamin E, A, D, dan sumber asam
lemak esensial serta hormon. Lemak susu juga mengandung mononsaturated
fatty acid(MUFA), yaitu minyak zaitun yang sangat baik bagi kesehatan jantung. Selain itu, masih banyak juga kandungan susu bubuk yang
memiliki fungsi penting untuk kebutuhan tubuh.
Kegunaan dari susu bubuk adalah sebagai sumber bahan pangan yang sehat bagi
manusia, terutama untuk bayi. Selain itu susu bubuk lebih praktis selama
penyimpanan, pengangkutan dan lebih tahan lama.
1.2 Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari paraktikum ini adalah mengetahui bagamana
proses atau cara menentukan kadar abu
pada susu bubuk dan jagung manis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran
suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan
dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan
kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat
dalam bahan, yaitu:
1. Garam
organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat
2. Garam
anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat
Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam
bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu
dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut.
Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik
sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam
bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim, 2008:10).
Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya
suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan
parameter nilai gizi bahan makanan.
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode
yang dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung
(cara basah). Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada
suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal.
Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak
larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan
tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan
suhu pengabuan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara
mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.
Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa
tertentu pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau
asam nitrat. Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral.
Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk
analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering
berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.
Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan
bahannya. Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang
kering biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan
yang kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi
sekitar 10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan
bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis
terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada
sehingga analisis bisa terganggu.
Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven
terlebih dahulu sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung
terlalu lama. Bahan yang berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan
menggunakan suhu mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu
pengabuan agar komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak
karena teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan
dalam oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau
parafin lalu bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak
buih dapat menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono,
1989).
Bahan yang akan diabukan dimasukkan ke dalam wadah yaitu
krus baik dari porselen, quartz, silika ataupun nikel. Penggunaan wadah
bergantung pada jenis bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Ukuran wadah
mulai dari 15mL sampai 100mL. Dengan demikian, bahan-bahan yang banyak
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat asam sangat dianjurkan menggunakan
wadah yang terbuat dari porselen yang dilapisi silika bagian pernukaan dalam
wadah, seperti saat menganalisis kadar abu buah-buahan.
Untuk mengetahui kandungan abu yang dapat larut dan tidak
dapat larut, perlu dilakukan tindakan berupa melarutkan sisa pengabuan dalam
aquades, kemudian disaring. Endapan yang terdapat di kertas saring merupakan
abu yang tidak dapat larut. Sedangkan yang ada dalam air merupakan abu yang
mudah larut. Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung di dalamnya, dapat
dilakukan dengan menggunakan metode titrasi atau serapan panjang gelombang
dengan spektrofotometer ( Fauzi, 1994: 8).
Tepung maizena mengandung komposisi 14 gram kadar air, 343 kalori, 0,3 gram
protein, 85 gram karbohidrat, 20 mg Ca, 30 mg phospor, 1.5 mg Fe (Krisno,
2001:111).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Adapun tempat dan
waktu pelaksanaan praktikum adalah :
Hari / Tanggal :
Senin, 04 Juni 2012
Waktu :
10 : 00 s/d
Tempat :
Kampus Poligon
3.2 Alat dan Bahan
Alat :
1.
Cawan
2.
Oven
3.
Timbangan
4.
Desicator
5.
Penjepit
6.
Spatula
Bahan :
1.
Susu Bubuk
3.3 Cara Kerja
1.
Cawan kosong dipanaskan selama 15 menit
2.
Dinginkan dalam desicator selama 15 menit
3.
Timbang cawan kosong sebagai berat awal
-
22, 3640
-
22, 4133
-
23, 4143
4.
Panaskan sampel sebanyak 5 gr
5.
Panaskan sampel dan cawan kosong yang sudah diketahui
beratnya selama 4 jam
(untuk pemanasan, suhu yang digunakan harus 500oC)
6.
Dinginkan kembali desicator ± 15 menit
7.
Dicatat hasil berat sampel akhir
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
Berat Cawan
Kosong
|
Berat Bahan
|
Berat cawan +
Bahan
|
22, 3640
|
5, 0012
|
27, 3652 22, 8072
|
22, 4133
|
5, 0003
|
27, 4163 22, 8362
|
23, 4143
|
5, 008
|
28, 4223 23, 8580
|
4.2
Perhitungan
A.
22, 8072 – 22, 3640 ₌ 0,4 gr
% Kadar Abu ₌
× 100 %
₌
× 100 %
₌ 8 %
B.
22, 8362 – 22, 4133 ₌ 0,4 gr
% Kadar Abu ₌
× 100 %
₌
× 100 %
₌ 8 %
C.
23, 8580 – 23, 4143 ₌ 0,4 gr
% Kadar Abu ₌
× 100 %
₌ × 100 %
₌ 8 %
4.3 Pembahasan
Pada praktikum ini,
pemanasan dilakukan dengan menggunaan oven. Penggunaan oven lebih mudah karena
suhunya dapat diatur sesuai dengan ketentuan yang akan digunakan untuk proses
pemanasan. Untuk analisis kadar abu, bahan yang digunakan adalah susu bubuk,
sebelum menimbang sampel, hal pertama yang dilakukan adalah memanaskan cawan
kosong selama 15 menit, kemudian mendinginkan cawan tersebut dalam desicator
selama 15 menit. Setelah didinginkan, cawan tersebut ditimbang sebagai berat
awal dari cawan kosong. Berat cawan dari masing-masing cawan kosong tersebut
berbeda-beda.
Setelah cawan
kosong ditimbang, maka hal yang dilakukan selanjutnya yaitu menimbang sampel
(susu bubuk) sebanyak 5 gr, sampel tersebut dimasukan kedalam cawan kosong yang
telah ditimbang sebelumnya kemudian dipanaskan dalam oven selama 4 jam.
Pemanasan yang dilakukan sebaiknya menggunakan suhu 500oC agar
diperoleh hasil pemanasan yang maksimal. Setelah dipanaskan, sampel tersebut
didinginkan dalam desicator ± 15 menit. Apabila sampel sudah benar-benar
dingin, maka hal yang dilakukan selanjutnya yaitu menimbang berat sampel akhir
kemudian mencatatnya.
Dari percobaan yang
dilakukan, diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada sampel pertama diperoleh
hasil sebesar 22,8072 gr berbeda dengan sampel ketiga yaitu diperoleh hasil
sebesar 23, 8580 gr. Perbedaan besarnya kadar abu yang didapat dalam praktikum
ini, disebabkan oleh suhu ruang ataupun karena adanya kotoran lain yang
terdapat pada sampel tersebut sehingga menjadi salah satu hal yang menyebabkan
perbedaan besarnya kadar abu yang diperoleh dalam setiap pengujian.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kadar abu ada hubunganya dengan
mineral suatu bahan. Kadar abu dapat menunjukan total
mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran
akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu. Proses pemanasan yang dilakukan sebaiknya menggunakan suhu 500oC,
agar diperoleh hasil pemanasan yang maksimal. Kandungan abu dapat digunakan
untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan, sedangkan
kadar abu sebagai parameter nilai gizi.
5.2 Saran
Dalam analisis
kadar abu banyak hal yang harus diperhatian oleh para praktikan, diantaranya
yaitu memperhatikan bahan yang digunakan agar benar-benar bebas dari kotoran,
karena hal tersebut dapat mempengaruhi besarnya kadar abu yang diperoleh. Untuk
itu, praktikan harus memperhatikan hal tersebut dan lebih teliti agar
memperoleh hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Buku
Petunjuk Praktikum Analisa Pangan dan Hasil Pertanian I. Jember: Jurusan
THP FTP UNEJApriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan.
Bogor: IPB.
Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember: UNEJ
Krisno, Budiyanto, Agus. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press
Gimana bacanya, mohon yang niat
BalasHapusga bisa dibaca nih..
BalasHapus